Posted by : Unknown
Minggu, 29 November 2015
Judul : The Dead Returns
Penulis : Akiyoshi Rikako
Penerbit : Haru
Tahun : cetakan kedua, September 2015
Halaman : 252 hal
Isbn : 978-602-7742-57-4

Ah,
sudahlah. Kayaknya saya kebanyakan basa-basi, ntar kalian pada mabok lagi haha.
@@@
Novel ini berkisah tentang seorang
pemuda bernama Koyama Nabuo yang tanpa diduga ternyata ia sudah bertukar tubuh
dengan orang lain, yaitu Takahashi Shinji. Hal itu terjadi setelah Koyama Nobuo
menerima surat yang entah dari mana datangnya. Surat itu berisikan agar ia
datang ke suatu tebing yang sebenarnya merupakan tempat terlarang. Dari situlah
semua masalah muncul. Koyama Nobuo didorong oleh seseorang tak diketahuinya. Di
waktu yang sama, ada seorang pemuda juga yang berada di sana. Pemuda tersebut
kemudian mencoba menolong Koyama yang jatuh dari tebing. Namun, karena suatu
sebab, pemuda yang menolong Koyama ikut terjatuh bersamaan.
Setelahnya, masalah semakin runcing ketika mereka
mendapati wajah masing-masing tidak seperti sebelumnya. Ketika menatap cermin
mereka sadar kalau wajah keduanya telah berubah menjadi orang lain. Akhirnya,
demi mencari kebenaran tentang semuanya, Koyama yang kini telah berubah sosok
menjadi Takahashi Shinji berpura-pura menjadi murid baru di sekolah lamanya. Pemuda itu melakukannya karena
ingin menguak siapa orang yang berniat membunuhnya. Sedangkan Takahashi
sendiri, ia memilih kabur dari rumah sakit tempat ia dirawat karena khawatir
orang yang berusaha membunuhnya akan mencari keberadaannya. Karena
bagaimanapun, Takahashi lebih tahu apa yang sebenarnya terjadi ketika di tebing
tersebut.
Kira-kira, siapa yang menjadi penyebab jatuhnya Koyama dari tebing? Di
sini, penulis benar-benar membuat saya harus bertanya-tanya siapa sebenarnya
orang tersebut. Karena setiap bab dan juga plot yang disuguhkan penulis,
membuat saya jadi bingung tentang sosok misterius tersebut. Apalagi, setiap
tokoh yang ada di novel ini, semuanya seolah digambarkan berpeluang untuk
menjadi tersangkanya. Mulai dari Sasaki dan Arai, teman sekelas Koyama yang
terkenal menjadi idola di sekolah. Yoshio yang merupakan teman terdekat Koyama,
sampai yang lebih jauh, ibu Koyama sendiri dan Sakamoto-sensei yang menjadi
tersangkanya.
Di situ saya cukup salut dengan
penulis karena berhasil membuat pikiran pembaca sulit menebak siapa yang
menjadi sosok misterius dalam novel ini—menurut saya. Karena ada banyak adegan yang
akan berhasil mematahkan anggapan pembaca mengenai sosok misterius tersebut.
Selain itu karakter yang dibuat penulis juga cukup kuat menurut saya. Semakin
terlihat saat Koyama dan Takahashi masing-masing harus bersikap sesuai
pribadinya masing-masing sebelum mereka mengalami kecelakaan itu.
Tapi, ada hal yang menurut saya
miss dalam novel ini. Bunga bakung yang dilihat Koyama di kelas, bukankah
awalnya ia langsung menduga kalau itu adalah bunga yang ditujukan untuk
mengenang dirinya yang meninggal. Meski tidak ada yang mengatakan kalau itu
bunga untuknya. Tapi karena bunga tersebut diletakkan di mejanya, Koyama jadi
berpikir kalau itu adalah bunga bakung untuk mengenang dirinya. Padahal, bunga
bakung tersebut ditujukan untuk seorang siswi yang sekelas dengannya. Selain itu, ketika Takahashi Shinji alias
Koyama menjadi murid baru di sekolahnya, kenapa ia bisa melihat sosok Maruyama
yang sebenarnya sudah meninggal? Oh, murid lain pun juga bisa melihatnya. Juga,
tentang Koyama yang kabur dari rumah sakit, tidak ada satu pun yang mengatakan
hal itu ketika Takahashi alias Koyama bertanya-tanya soal keberadaan beberapa
orang di tanggal ia jatuh dari tebing.
Oh ya—ini yang terakhir, kok—ada
beberapa kata yang penggunaannya kurang cocok dalam dialog orang Jepang di
sini. Seperti yang kita tahu, novel yang menggunakan setting Jepang sudah pasti
menggunakan kalimat yang lebih baku dibanding novel teenlit Indonesia lainnya.
“Makasih ....” Sasaki-kun (hal 15)
“Jadi, kau sudah nggak suka lagi padaku?”
(hal 170)
Membaca kalimat di atas, rasanya
kayak ada yang ganjal di tenggorokan saya :D *digetok penerjemahnya haha. Ada
juga kata “lho” yang nyempil di sana—saya lupa di halaman berapa. Tapi, over
all saya suka sama novel ini. Eits, bukan karena gratisan, lho. Tapi ini memang
berdasar apa yang saya rasakan. Kalau nggak suka, pasti saya bakalan meletakkan
novel ini begitu saja, meski novel ini genre Jepang—setting kesukaan saya. Dan,
saya pun juga cukup cepat membaca novel ini, hanya dalam dua hari saja. Itu pun
disambi dengan kesibukan lain di dunia nyata.
Okelah, cukup sekian cuap-cuap dari
saya. Biar gimanapun, ini hanya pendapat saya secara pribadi. Namanya juga
novel, sebagus apa pun itu kalau sudah jatuh ke tangan pembaca pasti akan
ketahuan juga belangnya *halah!