Archive for Juni 2015

Judul               : Miracle; menantang maut
Penulis            : Gola Gong
Penerbit          : Gagas Media
Halaman         : 168 hlm
Tahun terbit    : 2007
Isbn                 : 979-780-201-9



Jika maut datang menjemputku
Tolong sediakan tanah merah
Jangan ada perayaan mewah
Cukup kendi berisi air tercurah
Agar pusaraku tetap merah basah
Dan, bunga melati merekah
                                              






Blurb:

PEREMPUAN BERWAJAH RUSAK
GAMBAR BUS TERBAKAR
BURUNG GAGAK

Setelah secara tidak sengaja bertemu dengan seorang perempuan berwajah rusak. Kinar mendapat penglihatan-penglihatan yang berisi pertanda buruk. Tidak ada seorang pun yang memercayainya. Kinar hanya dianggap cewek freak yang minta perhatian. Hingga peristiwa-peristiwa itu menjadi nyata. Bus yang berisi teman satu kelasnya terbakar. Semua penumpangnya mati. Mereka yang selamat, satu per satu mati. Kinar dan beberapa temannya yang masih hidup dikejar-kejar kematian. Harus ada yang mengubah rancangan kematian. Atau, semua harus MATI!

                                                                        ***
         Menceritakan tentang Kinar, seorang gadis SMA yang tanpa sengaja memiliki penglihatan aneh tentang apa yang akan terjadi. Pertanda buruk yang dapat menimpa siapa saja. Semuanya terekam dengan jelas dalam penglihatan Kinar. Hal itu terjadi tiba-tiba ketika tanpa sengaja ia bertemu dengan seorang perempuan berwajah cacat di jalan ketika ia akan berangkat sekolah. Dan, setelah itu, penglihatan aneh terus saja mengikuti dirinya.
   
        Kinar berusaha mencegah hal buruk yang akan terjadi pada teman-temannya. Namun, tak ada satu pun yang percaya. Karena memang gadis itu hanya dianggap gadis freak yang biasa menyendiri tanpa ditemani seorang pun. Bahkan, ia sering dibully oleh teman-teman sekelas karena sikapnya yang suka menyendiri.
   
        Setelah penglihatan pertamanya menjadi kenyataan. Seluruh sekolah makin menganggap Kinar aneh. Ia malah dijuluki tukang ramal, nenek sihir dsb. Tapi, Kinar merasa tak apa. Itu akan lebih baik, yang penting teman-temannya selamat. Sampai kemudian, setelah kecelakaan bus maut, satu persatu teman dan juga gurunya yang selamat meninggal. Hingga akhirnya menyisakan empat orang saja; Kinar, Satyo, Ago, dan Mey. Mereka memutuskan untuk pergi ke puncak, tempat yang menjadi tujuan utama ketika bus sekolah kecelakaan. Hanya satu tujuan dari perjalanan itu, yaitu; menantang maut.

                                                                         ***

        Well, ini adalah novel hasil pemberian dari salah satu kelas menulis. Sebenarnya ada beberapa pilihan yang ditawarkan. Cuma, saya tertarik memilih novel ini karena katanya cara deskripsi Om Gola Gong bisa dijadikan bahan untuk belajar. Di situlah kemudian saya menambatkan hati pada novel gratisan ini :D selain itu, saya juga sama sekali belum pernah membaca novel karya Om Gola, jadi nggak ada salahnya kalau saya membaca karya beliau.

       Waktu pertama baca novel ini, ingatan saya seperti teringat dengan sesuatu. Namun, saya masih belum ingat, apa yang sebenarnya membuat saya teringat dengan sesuatu. Tapi, setelah beberapa lembar berjalan, ingatan saya mulai menerka-nerka tentang suatu hal. Sepertinya saya pernah tahu cerita ini. Dan, benar saja, ternyata saya pernah menonton film dari novel yang saya baca ini di televisi. Mengingat ini adalah novel yang ditulis based on script, jadi saya tidak heran, dan semakin yakin kalau novel ini adalah cerita film yang pernah saya tonton.
   
       Setelah beberapa lembar berjalan menjauh, saya semakin tertarik dengan kelanjutannya. Bahasanya yang mengalir, juga deskripsi yang begitu detail sangat apik ketika dituangkan dalam cerita ini. Sayangnya, saya sudah bisa menebak apa yang akan terjadi karena sudah menonton filmnya. Kalau tidak, pasti akan lebih seru menikmati novel ini dengan rasa penasaran yang mendera. Akan tetapi, hal itu sama sekali tidak menjadi soal. Dengan membaca novel ini, saya bisa memelajari pendeskripsian penulis yang menurut saya memang enak dan ngalir aja ketika membacanya. Sama sekali tidak ada rasa bosan dengan banyaknya deskripsi panjang lebar yang ada dalam novel ini.
   
Intinya, novel ini bagus, dan saya suka dengan ceritanya. Memang benar, kalau cara pendeskripsian Om Gola bagus untuk belajar, saya pun mengakui hal itu. Biasanya kalau saya membaca deskripsi  yang terlalu panjang dan banyak, saya gampang bosan dan akhirnya memilih menjadi kutu loncat. Tapi, ada satu hal yang saya sayangkan. Kenapa Satyo harus meninggal juga? Huhuuu ....


               

Review Novel "Miracle; Menantang Maut" by Gola Gong

Posted by : Unknown 1 Comment
Judul                    : 3 Koplak Mencari Cinta
Penulis                 : Haris Firmansyah
Penerbit               : Wahyu Qalbu
Halaman              : 274 halaman
Tahun terbit         : 2014
Isbn                      : 979-795-946-5



Blurb:
Kalo demi ngedapetin cewek, elo ditantang suruh nyikatin gigi buaya tiap hari, mau nggak? Orang normal pasti bilang, “TIDAAAK!!” Tapi buat 3 KOPLAK, jawabannya, “KENAPA TIDAAAK??” Yang penting bisa melepas status JOMBLO AKUT yang melekat pada mereka.
Tiga sahabat; Ardan, Ibam, dan Pasai sedang dalam misi mencari cinta sejati. Ardan, LEBAY dan LABIL; Ibam, PEMUDA BER-IQ JONGKOK dan OVER PEDE; dan Pasai, SANG PENCERAH JALAN KESESATAN. Ketiganya bersaing ngelepas status jomblo. Celakanya, mereka mengincar cewek yang SAMA. Hadeuuh... *Nepuk jidat!!
Belum beres masalah persaingan cinta, eh datang masalah baru. Mereka punya wali kelas baru yang STRICT dan udah bikin daftar siswa “BANDEL” yang terancam bakal nggak naik kelas. Lalu, gimana nasib 3 koplak selanjutnya? Gimana dengan persahabatan mereka? Apakah mereka akan naik kelas? Gimana pula dengan masa depan kejombloan mereka? BURUAN BACA DEH!!

***
               
Novel ini mengisahkan tentang 3 murid SMA yang sibuk mencari cinta. Mereka adalah Ardhan, Ibam, dan Pasai, yang bersekolah di salah satu SMK di Cilegon. Mereka pun juga tergabung di salah satu kelas yang sama, yaitu 1 listrik 1. Kelas itu juga yang sudah membuat para guru kelimpungan menghadapi ulah mereka. Secara di sana banyak sekali murid nakal bin nggak jelas yang kerjaannya cuma bikin rusuh. Mulai dari ketua kelas Sofan, yang merupakan anak dari guru BP di sekolah mereka. Kerjaannya hanya cari muka di depan para guru. Apalagi dia juga suka mengadukan kebiasaan teman-temannya yang suka bolos pada sang ayah. Niatnya supaya ia dapat pujian dari guru-guru. Ada lagi Tama dan Tunggal yang kerjaannya suka nguntit barang-barang milik teman-teman mereka. Alasannya sih karena keduanya lebih membutuhkan daripada mereka yang terkena korban kuntitan mereka. Selain itu masih banyak deretan nama-nama yang sudah masuk daftar murid pembangkang oleh guru-guru.
               
Namun, kenakalan mereka tak berlangsung lama sejak kedatangan guru agama pengganti di sekolah mereka. Guru tersebut juga menjadi wali kelas di kelas 1 listrik 1. Tidak seperti guru lainnya yang memilih mundur dari pertarungan dalam menghadapi kelakuan kelas 1 listrik 1. Pak Nuh—guru baru tersebut—justeru tertantang untuk menaklukkan mereka. Salah satunya adalah dengan menyuruh murid-murid untuk membuat diary amal. Diary itulah yang nantinya bakal menentukan mereka akan naik kelas atau tidak.
               
Di samping itu, novel ini menyuguhkan cerita tentang petualangan 3 koplak untuk mencari cinta. Ardhan, Ibam, dan Pasai bingung karena sampai saat ini gelar jomblo masih melekat dalam diri mereka.  Namun, permasalahan semakin seru ketika cewek yang mereka sukai adalah orang yang sama, Aida. Cewek berjiilbab yang menjadi salah satu anggota PMR di sekolah itu memang salah satu cewek yang paling banyak diincar oleh cowok-cowok di sekolah itu. Akhirnya, untuk mendapatkan hati Aida, mereka rela melakukan hal-hal aneh dan lucu hanya untuk menarik perhatian cewek itu.

***

           Over all, saya suka dengan novel ini. Meski sebenarnya novel komedi bukanlah bacaan yang cukup menarik minat saya. Tapi, saya cukup menikmatinya. Bahasanya yang lancar dan mengalir membuat pembaca tidak mudah bosan dengan cerita yang disuguhkan. Novel dengan tebal 274 halaman ini tak sekadar menyuguhkan cerita anak sekolah zaman sekarang. Banyak sekali pesan moral yang diberikan di dalamnya. Apalagi ini jenis novel komedi-religi, tapi hal tersebut sama sekali tidak membuat bacaan terkesan berat. Pesan moral yang disuguhkan pun juga sama sekali tidak terkesan  menggurui. Semuanya dialirkan secara natural lewat dialog para tokoh.

“Umar bin Khattab mengatakan: Hasibu anfusakum qabla anthasabu. Yang artinya; hisablah dirimu sendiri sebelum kamu dihisab di hadapan ALLAH SWT.” (3 KMC hal 142)

“Kejujuran adalah obat untuk sifat munafik ini. Rasulullah SAW menegaskan umatnya untuk selalu mengedepankan kejujuran.” (3 KMC hal 153)

“Tidak ada yang menjamin kalau kalian akan panjang umur, ‘kan?tapi, kenapa kalian bisa percaya diri akan hidup sampai besok pagi?” (3 KMC hal 202)
               
Intinya, banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil setelah membaca novel ini. Semua intrik dan tragedi (halah!) yang ada di dalamnya dikupas menjadi satu setajam silet. Eh!
               
Tapi segala sesuatu pasti tak ada yang sempurna, sama halnya dengan novel ini. Dengan judul “3 KMC”, saya pikir ini ceritanya bakal seperti trio-trio yang ada di sinetron di tipi itu. Tapi, sepertinya dalam novel ini kisahnya lebih menonjolkan Ardhan dan Ibam saja, minus Pasai. Padahal si Pasai juga masuk dalam “3 KMC”. Barangkali saat ini si Pasai juga lagi nangis di pojokan gegara perannya dalam novel ini kurang maksimal. *Lol
               
Mungkin, segitu aja corat-coret gak penting dari saya. Semoga nantinya “3 KMC” segera mendapatkan jodoh di dunia nyata mereka. Amiiinn. Oya, sebelum mengakhiri sesi cuap-cuap, seperti biasa akan saya sertakan foto narsis bareng novel "3 KMC". 


Review Novel “3 Koplak Mencari Cinta” by Haris Firmansyah

Posted by : Unknown 2 Comments
Judul                    : Remedy
Penulis                : Biondy Alfian
Penerbit              : Ice Cube Publisher
Tahun terbit       : februari 2015
Halaman            : 209 halaman
ISBN                 : 978-979-91-0818-0


“Lo yang nemuin dompet gue, kan?” tanya Navin.
“Ya,” jawabku.
“Berarti lo sudah lihat semua isinya?”
“Ya,” jawabku lagi.
“Berarti lo sudah—“
“Melihat kedua KTP-mu?” tanyaku. “Sudah.”
Navin menarik napas panjang. Kedua matanya melotot padaku. Rahangnya tampak mengeras.

Ada yang aneh dalam diri Navin, si anak baru itu. Tania tidak sengaja menemukan dompet Navin di tangga sekolah dan melihat di dalamnya ada KTP dengan data-data yang sama, hanya berbeda nama. Satunya tertera nama Navin Naftali, satunya lagi tertera nama Budi Sanjaya. Selain itu, ternyata Navin sudah berumur 20 tahun. Apa yang dilakukan seorang pria berusia 20 tahun di SMA? Sebagai seorang murid pula. Tania memutuskan untuk mencari tahu kebenaran tentang identitas ganda Navin. Sementara itu, Navin juga penasaran dengan sosok Tania yang kini mengetahui rahasianya. Karena sepertinya gadis penyendiri itu punya rahasia yang lebih besar darinya.
***
               Tania, seorang gadis SMA yang lebih suka menghabiskan waktu sendirian tanpa ditemani seorang pun. Ia lebih suka menyendiri tanpa harus berinteraksi dengan teman-teman sekolahnya. Bahkan, sepulang sekolah gadis itu juga tak langsung pulang ke rumahnya. Ia lebih sering pergi ke mall sekadar menghabiskan waktunya untuk berada di luar rumah. Tak tanggung-tanggung, Tania menghabiskan waktunya bahkan hingga larut malam.  Hal itu dilakukannya karena ia merasa kurang aman dan nyaman berada di rumahnya sendiri. Ia takut kalau hal yang sama akan terulang kembali jika harus berdiam diri di rumah.
               Namun, kebiasaan Tania yang suka menyendiri  akhirnya berubah setelah kehadiran Navin. Dia adalah murid baru pindahan, yang tanpa sengaja dompetnya ditemukan oleh Tania. Dari situlah kemudian cerita berawal. Navin yang diketahui Tania memiliki 2 KTP dengan dua nama berbeda, ternyata adalah seorang pria berumur 20 tahun. Setelah kejadian itu , Navin merasa rahasianya terancam akan terbongkar. Akhirnya Navin berusaha mencari tahu sosok Tania sebenarnya. Dan, lama kelamaan mereka berdua menjadi dekat.
               Di samping itu, Tania juga memiliki kebiasaan aneh yang sering dilakukannya. Gadis itu selalu menyayat tubuhnya sendiri dengan pisau tajam yang kini selalu ia simpan di laci kecil meja kamarnya. Kebiasaan itu sering dilakukannya setelah Mama meninggal karena kanker. Setiap kali ia melakukan hal itu, Tania merasa pikirannya menjadi lebih tenang.
-        “Aku merasa lebih baik setelah melakukan sesi “ritualku”. (Remedy hal 40)
-        “Masalahnya, apa yang kulakukan ini mungkin mirip dengan memakai narkoba. Membuat ketagihan dan sulit untuk berhenti. Badanku menagih kalau aku tidak melakukannya selama beberapa saat, dan aku tidak bisa mengendalikannya.” (Remedy hal 41)

Kebiasaan itu semakin menjadi ketika dihadapkan dengan papanya. Perlakuan Papa
terhadap Tania-lah yang kemudian membuat gadis itu sering berlaku demikian. Ya, setidaknya ia bisa sejenak melupakan tentang sikap Papa yang tidak seharusnya dilakukan.

***

Over all, saya suka dengan novel ini. Novel pertama dari Biondy Alfian sebagai salah satu naskah juara lomba yang diadakan oleh penerbit Ice Cube. Sebagai seorang pemula, meskipun ini novel perdana, saya sangat salut dengan penulis yang berhasil melahirkan ide tidak biasa seperti ini.  Menurut saya, ini semacam novel psikologi yang menghadirkan tokoh Tania sebagai seorang self-harm. Seseorang yang sering melakukan self-harm—tindakan melukai diri sendiri—karena memiliki masalah berat yang tidak ingin diceritakan kepada orang lain. Justeru dengan melukai dirinya, penderita merasa dirinya lebih baik.
-        “... yang temanmu lakukan bertujuan untuk melepaskan perasaannya dalam bentuk fisik. Biasanya orang yang melakukan self-harm justeru tidak ingin mati.” (Remedy hal 171)
-        “Seperti itulah. Saya rasa dia melakukannya untuk meredakan rasa stres dan trauma yang dia alami ...” (Remedy hal 172)
Banyak sekali berbagai bentuk self-harm yang biasa dilakukan oleh penderita. Dan, salah satunya yang ingin dituangkan oleh penulis di sini adalah dengan menjadi seorang pengiris seperti yang dilakukan oleh Tania. Apalagi background tokoh Tania yang menurut saya cukup sering terjadi di sekitar kita. Hal besar yang cukup ironi terjadi di dunia nyata. Permasalahan yang kemudian membuat penderita berusaha menjauh dari kehidupan sekitarnya. Tidak menutup kemungkinan kalau hal-hal semacam itu yang nantinya malah membuat penderita mengidap suatu gangguan psikis yang membuat diri tertekan. Perasaan tidak aman dan nyaman ketika berada di lingkungan orang lain yang dekat maupun tidak dengan kita.  


Kekurangan novel ini, menurut saya, ada pada akhir cerita yang sepertinya terlalu cepat. Setelah apa yang menimpa Tania, seolah semuanya selesai begitu saja. Meski ada epilog yang menjelaskan kejadian setelahnya, tapi tetap saja—sekali lagi menurut saya—akhir cerita berjalan terlalu cepat. Seperti sengaja ingin mengakhiri pertarungan yang belum ingin diselesaikan hehe.

Review novel “REMEDY” by Biondy Alfian

Posted by : Unknown 0 Comments
Judul                     : Semestinya Cinta
Penulis                 : Irfan Journey
Penerbit               : Qultum Media
Halaman              : 184 halaman
Tahun terbit        : Cetakan I, Agustus 2014
                                Cetakan II, November 2014
ISBN                     : 978-979-017-291-3

Blurb:   
Ramadhan tahun itu memberi warna baru dalam hidup Liem dan Dalia. Tak ada yang menyangka jika pertemuan keduanya di bulan suci itu menciptakan ruang di hati mereka; sebuah tempat di mana harapan dan kekecewaan terus menggemakan tawa dan tangisan.
               Dalia tak mampu berpaling ketika sebuah suara mengetuk-ngetuk pintu hatinya. Liem pun tak sanggup menolak masuk saat pintu di depannya itu terbuka. Tapi, mereka tahu, ada yang harus mereka yakinkan sebelum keduanya saling berkata cinta.
               Cinta mungkin tak harus memiliki. Tapi, hanya orang-orang kalah yang tak pernah bermimpi menggenggam hati kekasihnya. Ketika satu demi satu kekecewaan menguasai hati Liem dan Dalia, mereka pun mulai belajar tentang bagaimana memiliki dengan cara yang tak biasa.

***
               Liem merupakan seorang pemuda berdarah Tionghoa yang memutuskan untuk merantau ke salah satu daerah di Batam. Pemuda non muslim yang tanpa sengaja kemudian bertemu dengan La Isa—lelaki paruh baya yang sudah ditolong dan menolongnya. Selama tinggal di Batam, Liem sangat dekat dengan keluarga La Isa, yang akhirnya membawa jalan takdirnya untuk bertemu dengan Dalia—keponakan La Isa.
               Dari sinilah cerita berawal, Liem dan Dalia sama-sama memiliki ketertarikan satu sama lain. Awal pertemuan mereka terjadi ketika Dalia dan keluarganya memutuskan untuk menginap sementara di rumah La Isa yang merupakan adik dari ayah Dalia. Namun, hubungan mereka tak berjalan mulus. Karena bisikan dari para tetangga, La Husa—ayah Dalia—masih ragu untuk merestui hubungan keduanya. Hal itu terjadi karena Liem yang merupakan seorang keturunan Tionghoa, sedangkan di kampung Nongsa—tempat tinggal Dalia—tidak pernah sekali pun ada orang yang menikah dengan suku yang berbeda. Apalagi Liem yang sebenarnya juga sudah memutuskan untuk menjadi muallaf, sangat diragukan bisa menjadi imam dalam keluarga nanti. Mereka berpikir kalau ilmu agama Liem tidak cukup bisa untuk membimbing Dalia nantinya.

***

Ini adalah novel genre religi ke tiga yang berhasil diterbitkan oleh penulis. Setelah sebelumnya ada novel Terima kasih Ayah dan Terima Kasih Ibu yang sudah terbit lebih dulu. Ketika awal membaca judulnya, mungkin pembaca tidak akan mengira kalau ini adalah novel bergenre religi. Karena seperti yang kita tahu, biasanya novel-novel genre religi mengambil judul seputar agama itu sendiri. Semisal; ayat-ayat cinta, ketika cinta bertasbih, syahadah cinta, dan masih banyak lagi. Tapi, tidak dengan novel ini, yang mengambil judul berbeda dari lainnya. Menurut pengakuan penulis, yang sebelumnya pernah mengadakan bedah buku di salah satu kelas menulis online yang saya ikuti. Penulis maupun editor sengaja mengambil judul tersebut agar bisa lebih menjangkau seluruh pembaca tanpa terkecuali.
Setting Nongsa yang dipakai sangat detail menurut saya. Suasana dan kebiasaan yang selalu dilakukan oleh orang-orang pinggiran seperti nelayan di sana juga cukup baik digambarkan oleh penulis. Di sini penulis juga menggunakan alur maju mundur. Tapi, hal itu tidaklah menjadi kendala dalam pembacaan novel ini.
Sebenarnya, meski novel ini bergenre religi, bukanlah suatu bacaan yang berat. Tapi, entah kenapa saya kurang bisa larut ketika membacanya. Biasanya jika novel tersebut benar-benar memikat hati, saya bisa membacanya hanya dalam sehari, itu pun di sela-sela kesibukan saya. Namun, dalam kasus novel ini, saya tidak bisa melakukan hal demikian. Setiap kali saya membaca, rasa malas itu selalu menyergap datang. Selalu saja ada keinginan untuk menaruh novel ini. Berhubung novel ini sudah nangkring lama di rak buku saya, apapaun alasannya saya harus bisa menyelesaikan untuk membacanya.
Alhamdulillah, setelah beberapa minggu, saya mampu menyelesaikan membaca novel ini. Menurut saya, ada beberapa hal yang—mungkin—membuat saya kurang antusias membaca novel ini:
-        Gaya bertutur yang menurut saya kurang pas digunakan untuk novel religi. Saya tidak akan membandingkan novel ini dengan novel religi yang sudah beredar. Karena bagaimanapun, setiap penulis itu mempunyai ciri khas yang berbeda-beda, tak terkecuali dengan yang satu ini.
-        Penggunaan kata “kekasih” untuk hubungan Liem dan Dalia juga kurang enak dibaca. Apalagi dalam novel ini, hubungan mereka sebenarnya juga belum terlalu jelas. Hanya sebatas suka dan memiliki ketertarikan satu sama lain. Mungkin, lebih pas kalau menggunakan kalimat “gadis yang disukai” saja.
-        Saya belum cukup paham mengenai Eyd. Jadi, sebenarnya banyak yang membuat saya bertanya-tanya ketika membaca novel ini; ungkapan dalam hati itu sebenarnya boleh dibuat seperti dialog atau bagaimana? Karena jujur saja, saya sempat bingung ketika membacanya. Banyak sekali ungkapan hati tokoh yang ditulis dalam bentuk dialog. Meski ada dialog tagging dan kalimat penjelas setelahnya, namun tetap saja saya sedikit terganggu dengan yang satu itu. Juga, dialog panjang yang bisa mencapai hampir satu halaman. Di sini, dialog tersebut dipisah menjadi satu atau dua buah paragraf. Namun, yang sempat saya bingungkan, ketika pemisahan dialog tersebut tidak digunakan tanda (“). Jadi, saya jadi sibuk menerka-nerka sendiri. Ini sebenarnya gimana?

Sepertinya cukup segitu ulasan dari saya. Biar bagaimanapun, ini hanya ungkapan pribadi saya sebagai pembaca yang masih awam. Tidak berniat menjatuhkan siapa pun dan apapun. Karena saya sendiri pun juga masih perlu banyak belajar dalam hal ini.



Review novel “Semestinya Cinta” by Irfan Journey

Posted by : Unknown 0 Comments

- Copyright © BLOG SUKA-SUKA - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -