Archive for November 2015

Judul               : The Dead Returns
Penulis             : Akiyoshi Rikako
Penerbit           : Haru
Tahun              : cetakan kedua, September 2015
Halaman          : 252 hal
Isbn                 : 978-602-7742-57-4

           
Well, sebelumnya saya ingin bercerita sedikit neh tentang asal muasal saya mendapatkan novel ini hehe. Awalnya sih dikasih tahu sama ortu kalau ada paketan buku datang. Sempat bingung, secara saya lagi nggak barteran buku ataupun beli buku lewat online. Apalagi pas lihat pengirimnya, tertulis di sana dari “katabuku.com”. Tanpa basa-basi, saya pun langsung membuka bungkusannya, dan pas ngeliat cover yang ada, saya langsung ngeh tentang siapa pengirim buku tersebut. Perlu diketahui, novel ini merupakan novel yang lagi pengin saya baca, tapi belum sempat untuk membelinya *bilang aja lagi bokek, plak! Sempat ikut GA penerbitnya juga, sih. Tapi ya gitu, dewi fortuna belum berpihak padaku huhuuu. Sampai akhirnya novel ini sampai ke tangan saya karena sebelumnya teman sesama penulis, Lina Ramdayani, bbm untuk menanyakan alamat lengkap. Katanya sih, kali aja nyasar ke Malang :D
            


Ah, sudahlah. Kayaknya saya kebanyakan basa-basi, ntar kalian pada mabok lagi haha.


@@@

Novel ini berkisah tentang seorang pemuda bernama Koyama Nabuo yang tanpa diduga ternyata ia sudah bertukar tubuh dengan orang lain, yaitu Takahashi Shinji. Hal itu terjadi setelah Koyama Nobuo menerima surat yang entah dari mana datangnya. Surat itu berisikan agar ia datang ke suatu tebing yang sebenarnya merupakan tempat terlarang. Dari situlah semua masalah muncul. Koyama Nobuo didorong oleh seseorang tak diketahuinya. Di waktu yang sama, ada seorang pemuda juga yang berada di sana. Pemuda tersebut kemudian mencoba menolong Koyama yang jatuh dari tebing. Namun, karena suatu sebab, pemuda yang menolong Koyama ikut terjatuh bersamaan.
            
Setelahnya, masalah semakin runcing ketika mereka mendapati wajah masing-masing tidak seperti sebelumnya. Ketika menatap cermin mereka sadar kalau wajah keduanya telah berubah menjadi orang lain. Akhirnya, demi mencari kebenaran tentang semuanya, Koyama yang kini telah berubah sosok menjadi Takahashi Shinji berpura-pura menjadi murid baru di sekolah lamanya. Pemuda itu melakukannya karena ingin menguak siapa orang yang berniat membunuhnya. Sedangkan Takahashi sendiri, ia memilih kabur dari rumah sakit tempat ia dirawat karena khawatir orang yang berusaha membunuhnya akan mencari keberadaannya. Karena bagaimanapun, Takahashi lebih tahu apa yang sebenarnya terjadi ketika di tebing tersebut.

Kira-kira, siapa yang menjadi penyebab jatuhnya Koyama dari tebing? Di sini, penulis benar-benar membuat saya harus bertanya-tanya siapa sebenarnya orang tersebut. Karena setiap bab dan juga plot yang disuguhkan penulis, membuat saya jadi bingung tentang sosok misterius tersebut. Apalagi, setiap tokoh yang ada di novel ini, semuanya seolah digambarkan berpeluang untuk menjadi tersangkanya. Mulai dari Sasaki dan Arai, teman sekelas Koyama yang terkenal menjadi idola di sekolah. Yoshio yang merupakan teman terdekat Koyama, sampai yang lebih jauh, ibu Koyama sendiri dan Sakamoto-sensei yang menjadi tersangkanya.

Di situ saya cukup salut dengan penulis karena berhasil membuat pikiran pembaca sulit menebak siapa yang menjadi sosok misterius dalam novel ini—menurut saya. Karena ada banyak adegan yang akan berhasil mematahkan anggapan pembaca mengenai sosok misterius tersebut. Selain itu karakter yang dibuat penulis juga cukup kuat menurut saya. Semakin terlihat saat Koyama dan Takahashi masing-masing harus bersikap sesuai pribadinya masing-masing sebelum mereka mengalami kecelakaan itu.

Tapi, ada hal yang menurut saya miss dalam novel ini. Bunga bakung yang dilihat Koyama di kelas, bukankah awalnya ia langsung menduga kalau itu adalah bunga yang ditujukan untuk mengenang dirinya yang meninggal. Meski tidak ada yang mengatakan kalau itu bunga untuknya. Tapi karena bunga tersebut diletakkan di mejanya, Koyama jadi berpikir kalau itu adalah bunga bakung untuk mengenang dirinya. Padahal, bunga bakung tersebut ditujukan untuk seorang siswi yang sekelas dengannya.  Selain itu, ketika Takahashi Shinji alias Koyama menjadi murid baru di sekolahnya, kenapa ia bisa melihat sosok Maruyama yang sebenarnya sudah meninggal? Oh, murid lain pun juga bisa melihatnya. Juga, tentang Koyama yang kabur dari rumah sakit, tidak ada satu pun yang mengatakan hal itu ketika Takahashi alias Koyama bertanya-tanya soal keberadaan beberapa orang di tanggal ia jatuh dari tebing.

Oh ya—ini yang terakhir, kok—ada beberapa kata yang penggunaannya kurang cocok dalam dialog orang Jepang di sini. Seperti yang kita tahu, novel yang menggunakan setting Jepang sudah pasti menggunakan kalimat yang lebih baku dibanding novel teenlit Indonesia lainnya.

“Makasih ....” Sasaki-kun (hal 15)
                             “Jadi, kau sudah nggak suka lagi padaku?” (hal 170) 

Membaca kalimat di atas, rasanya kayak ada yang ganjal di tenggorokan saya :D *digetok penerjemahnya haha. Ada juga kata “lho” yang nyempil di sana—saya lupa di halaman berapa. Tapi, over all saya suka sama novel ini. Eits, bukan karena gratisan, lho. Tapi ini memang berdasar apa yang saya rasakan. Kalau nggak suka, pasti saya bakalan meletakkan novel ini begitu saja, meski novel ini genre Jepang—setting kesukaan saya. Dan, saya pun juga cukup cepat membaca novel ini, hanya dalam dua hari saja. Itu pun disambi dengan kesibukan lain di dunia nyata.

Okelah, cukup sekian cuap-cuap dari saya. Biar gimanapun, ini hanya pendapat saya secara pribadi. Namanya juga novel, sebagus apa pun itu kalau sudah jatuh ke tangan pembaca pasti akan ketahuan juga belangnya *halah! 

Review Novel “The Dead Returns” by Akiyoshi Rikako

Judul : Under the Same Sky that Day
Penulis : Mimosa Hana
Penerbit : De Teens
Tahun Terbit : 2013
Halaman : 196 hal
Isbn : 978-602-279-002-0

Novel ini berkisah tentang seorang cowok bernama Chikusa yang mengalami mati suri karena operasi tumor otak yang dijalaninya. Cowok yang kemudian dipertemukan dengan Shiro, sosok bertudung putih yang berasal dari dimensi lain ini bahkan awalnya menganggap kalau dirinya telah mati. Namun, sosok Shiro—yang mengaku diutus untuk mengawal Chikusa selama berada di dimensi lain—meyakinkan Chikusa kalau sebenarnya cowok itu berada di dimensi lain karena keinginan dan keyakinannya sendiri.

Setelah pertemuan Chikusa dengan Shiro, sosok bertudung putih tersebut lalu memutarkan beberapa rekaman kehidupan yang pernah dialami Chikusa sebelum ia menjalani operasi. Satu per satu rekaman diputar, sampai akhirnya Chikusa menyadari satu hal tentang cintanya pada adik tirinya yang bernama Tateha.

Rekaman pertama yang diputar oleh Shiro memperlihatkan kejadian saat Chikusa menjalani operasi. Setelahnya, tampak kejadian masa kecil Chikusa saat ia baru pindah di sekolah barunya. Selain itu, tampak juga kalau awalnya Chikusa begitu membenci adik tirinya itu. Ia sama sekali tidak menginginkan mempunyai adik dari ibu lain yang kini menjadi ibunya. Sampai kemudian Chikusa melihat sebuah rekaman yang membuat ia sedikit bingung akan hubungannya dengan Tateha. Ditambah lagi munculnya sebuah gambar yang menunjukkan kalau Tateha ternyata sedang menjalin kedekatan dengan Hikaru-senpai—salah satu seniornya di Universitas.
@@@

Done! Selesai juga baca novel ini. Kalian tahu, sebenarnya saya nggak ada niatan untuk membeli novel ini. Tapi, saat jalan-jalan ke mall, tanpa sengaja saya melihat ada bazar buku di Gramedia. Iseng-iseng aja deh saya buat lihat-lihat buku murah. Sampai kemudian tanpa sengaja juga saya melihat novel ini. Yah, selain karena ini novel genre Jepang, harganya pun juga pas di kantong hehe. Jadilah saya beli novel karangan Mimosa Hana ini dan satu novel teenlit lainnya.Oh ya, ini juga merupakan Naskah Terbaik #LombaNovelJepang 2013 yang beberapa novel lainnya juga sudah saya ulas sebelumnya. 

Pas awal baca ceritanya, jujur saja saya udah langsung suka dan penasaran sama kelanjutan dan jalan ceritanya. Gaya bahasanya yang lancar, dan plot cerita yang rapi bakalan bikin kalian nggak rela untuk meletakkan novel ini sebelum akhir. Selain itu, meski di sini penulis menggunakan alur flash back di setiap bab-nya, itu sama sekali nggak akan membuat pembaca jadi bingung. Karena menurut saya penulis cukup berhasil menyelipkan setiap clue di tiap akhir bab-nya.

Di samping itu, membaca novel ini benar-benar terasa sekali Jepangnya. Di sini, kita bisa belajar lebih banyak lagi tentang istilah-istilah dan kebudayaan Jepang yang sebelumnya mungkin belum kita ketahui. Yaah, seperti saya ini. Membaca novel ini saya jadi lebih tahu tentang perbedaan partikel “san” dan “han” dalam penggunaannya. Selain itu, beberapa nama jalan dan juga beberapa pertokoan yang ada pun juga disebutkan dengan detail sekali. Intinya, novel ini cukuplah dijadikan acuan buat kalian yang masih awam tentang Jepang—tentunya juga diselingi dengan browsing agar informasi yang didapatkan juga lebih akurat.

Oh ya, tapi ada bagian cerita yang sepertinya membuat saya masih bingung. Tentang Tateha yang kemudian menjalin hubungan dengan Hikaru-senpai. Sumpah! Yang ini saya masih gagal paham *dasar otak lemot :3 di dalam video yang diputar Shiro, Chikusa seakan baru menyadari kalau ternyata dia dan Tateha telah berpacaran—saya pun di sini juga jadi terkejut. Namun, ketika dia sadar, ternyata Tateha telah menjalin hubungan dengan Hikaru. Huuaaaa ... barangkali ini efek gagal fokus yang sering menyerang diri saya hahah. Pokoknya ada beberapa adegan yang nggak disebutkan di sini sebab akibatnya, yang kemudian membuat saya harus rela membolak-balik kembali halaman untuk mencari tahu jawabannya hikzz.

But, over all, cerita ini sudah sangat bagus menurut saya sebagai pembaca. Saya suka. Mengingat ini adalah debut pertama penulis di dunia literasi. Cukup mengagumkan dan keren karena berhasil memenangkan lomba ini.

Review Novel “Undre the Same Sky that Day” by Mimosa Hana

Judul : Haru no Hana
Penulis : Cuncun
Penerbit : Ping!!!
Cetakan : November, 2013
Hal : 156 hal
Isbn : 978-602-255-171-3

Baiklah, ini adalah novel ke dua naskah terbaik #LombaNovelJepang 2013 yang saya baca. Setelah sebelumnya saya membaca naskah terbaik lainnya; “Yosh!” karangan Far Choinice. Tentunya, setelah membandingkan novel ini dengan Naskah Terbaik Jepang lainnya, pasti akan ada banyak sekali kekurangan dan kelebihan dalam masing-masing novelnya.

Novel ini berkisah tentang seorang Hana, gadis tuna wicara yang sangat berbakat dalam bermain musik—khusunya biola. Namun, dalam hal ini, bukan permainan musiknya yang ditonjolkan oleh penulis. Melainkan hubungan peliknya dengan seorang pemuda bernama Haruka Ichijou yang sangat membencinya karena sebuah keirian. Hal itu bukan tanpa sebab. Haruka sangat membenci Hana sejak gadis itu pertama kali masuk ke Universitas tempat dia belajar. Ayah Haruka begitu mengagumi bakat luar biasa Hana dalam bermusik. Karena itu pula ayahnya begitu dekat dan sangat menyayangi Hana seperti putrinya sendiri. Dan, karena semua itu Haruka merasa kalau ayahnya selalu membanding-bandingkan dirinya dengan Hana. Sampai-sampai sang ayah lebih memilih Hana untuk tampil dalam acara festival tahunan daripada dirinya. Ayahnya menganggap kalau Haruka tidak akan bisa tampil di hadapan orang banyak. Dia juga sama sekali tidak mendukung permainan musik Haruka.

Masalah semakin berlanjut ketika Hana meminta Ichijou-sensei—ayah Haruka—untuk memperbolehkan dirinya berduet dengan Haruka, namun ditolaknya. Tapi, Hana tidak menyerah sampai di situ. Gadis itu tetap mengusahakan berbagai cara agar mereka berdua bisa tampil duet untuk festival. Selain itu, rencana kepergian Hana ke Amerika Serikat untuk bersekolah musik di Juliard yang tak terduga juga membuat hubungan mereka jadi tak tentu arah.

Sebelum kepergiannya ke Amerika, Hana berusaha menyatakan perasaannya pada Haruka. Dia juga bercerita tentang pengalaman masa lalu mereka yang mungkin sudah dilupakan oleh Haruka. Dari situlah kemudian hati Haruka sedikit tergerak. Dia tidak menyangka kalau gadis yang pernah ditolongnya saat di Shinkansen adalah Hana.

Ups!! Kayaknya nggak baik, ya, kalau diceritakan terlalu detail. Meskipun saya telat pakai banget baca neh novel, tapi setidaknya saya masih ada waktu untuk membacanya. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, kan? Heheh
@@@

Menjadi bayang-bayang dari orang lain, hidup dibanding-bandingkan, dan keberadaan nyata keindividuanku tak pernah dianggap ada. Membuat hati dan pikiranku sakit ~Ichijou Haruka~

Setelah membaca blurb di atas, apa yang ada di benak kalian? Kira-kira ending seperti apa yang akan diberikan dalam novel ini? Well, dari awal baca, saya sudah bisa menebak akan ke arah mana hubungan mereka. Sebenci-bencinya tokoh dalam sebuah novel, pasti ujung-ujungnya akan kembali juga sama yang dibencinya :p di sini, penulis mengeksplor dengan baik perasaan masing-maisng tokohnya. Quote-quote diary's yang ditulis pun juga sangat apik dan ngena banget. Intinya saya suka. Kalau saya, neh, mungkin agak sedikit kesulitan jika harus memilih tokoh saya sebagai tuna wicara. Secara saya sama sekali tidak tahu soal kehidupan mereka itu bagaimana. Sekali pun kita bisa riset dan meminta bantuan mbah google. Tapi, saya masih bertanya-tanya, kenapa penulis memilih tokohnya sebagai seorang tuna wicara? Apakah jika Hana gadis yang normal, cerita akan berbeda seperti yang sudah ada? Hmm, entahlah ....

Hal yang membuatku bersemangat menjalani hidup ini adalah musik dan kau. Berkat kau, aku bisa menjadi sesemangat ini. Berkat kau, aku bisa sedewasa ini menerima segala kekurangan dalam diri ~Akanishi Hana~

Mengingat ini adalah sebuah novel bersetting Jepang, saya pikir cerita ini akan seperti dua novel sebelumnya yang saya baca—Under the Same Sky that Day dan Yosh!. Karena jujur saja, dalam cerita ini saya merasa nyawa kejepangannya itu kurang—sorry to say. Saya tahu, kalau novel yang menggunakan setting negara lain tidak harus memiliki catatan kaki yang banyak sampai bikin editor jadi muntah. Tapi, setidaknya meski tanpa hal itu, penulis juga bisa mengeksplorasi budaya dan tradisi lewat narasi dengan detail. Tapi, bukan berarti ceritanya jadi kayak baca berita di mbah google, lho. Menurut saya, jika cerita dalam novel ini dipindah setting menjadi Indonesia pun rasanya juga tidak akan jauh berbeda. Karena sekali lagi—masih menurut saya—novel ini masih sangat menonjolkan konflik cerita para tokohnya saja, tanpa harus ribet untuk mengeksplor budaya Jepang lebih dalam lagi. 

Di samping itu masih ada typo di beberapa Eyd dan kosakata. Tapi pastinya hal itu memang tidak akan pernah lepas dari penulisan apapun. Oh ya, sebenarnya masih ada beberapa hal lagi yang ingin saya kupas. Mengingat di sini kapasitas saya bukan sebagai kritikus, jadi cukup sekian saja corat-coret nggak penting dari saya. Biar bagaimanapun, ini adalah penilaian objektif dari saya sebagai pembaca. Sama sekali tidak ada niat untuk menjatuhkan penulis atau siapa pun. Saya juga masih belajar, khususnya budaya Jepang itu sendiri. Well, salam kenal dan semangat juga buat penulisnya. Jangan sakit hati jika kebetulan membaca review ini, ya :D







Review Novel “Haru No Hana” by Cuncun

Penulis : Far Choinice
Penerbit : Ping!!!
Tahun : 2013
Tebal : 172 hal
Isbn : 978-602-255-170-6

Hai, hai ... belakangan ini saya lagi pengin baca novel dengan latar belakang Jepang. Yah, setidaknya bisa buat saya belajar juga bagaimana membuat novel Jepang yang baik ^_^ secara saya lagi pengin memantapkan hati untuk fokus pada penulisan novel dengan genre Jepang. Niatnya biar saya juga punya ciri khas tersendiri sebagai penulis Jepang :D

Oh ya, kebetulan dapat novel ini dari bazar buku dalam acara book fair yang sering diadakan di kota saya—Malang. Emang udah niat sih dari awal kalau pengin beli novel Jepang. Dan, kebetulan juga kedua mata saya ini langsung menangkap sosok novel terbitan lini Diva Press. Akhirnya dapat lah saya dua novel lama hasil dari Naskah Terbaik #LombaNovelJepang 2013.

 Novel ini berkisah tentang dua remaja sekolah dari dua keluarga berbeda yang dibesarkan di rumah yang sama. Honoka Fujiwara, gadis yang diasuh oleh keluarga Fujiwara setelah sang nenek meninggal. Ia diasuh oleh sahabat kedua orangtuanya yang juga sudah meninggal. Di sana, Honoka mempunyai saudara tiri laki-laki bernama Fujiwara Junichi. Pemuda itulah yang telah berjanji akan menjaga dan menyayangi Honoka semenjak gadis itu menginjakkan kaki di rumahnya. Namun, yang Junichi rasakan bukanlah rasa sayang pada seorang adik, melainkan sebagai seorang laki-laki pada gadis yang dicintainya.

Konflik semakin berjalan ketika mereka berdua harus pindah rumah sekaligus sekolah di kota lain. Di sekolah barunya itulah kehidupan mereka mulai berubah. Honoka yang semenjak tinggal bersama keluarga Fujiwara menjadi sosok lebih pendiam dan menyendiri, akhirnya lama-lama bisa membiasakan diri dengan situasi yang ada. Apalagi semenjak kehadiran dua orang laki-laki yang sempat mengacaukan pikirannya tentang perasaannya sendiri—Nakamura Jin dan Sugiura Shato.

@@@

Menurut saya novel ini sangat ringan untuk bacaan remaja yang biasa menonton dorama Jepang. Di sini penulis juga selalu menyuguhkan kejutan kecil di setiap akhir pergantian plotnya. Selain itu pengemasan konflik di antara Honoka dan Junichi juga cukup ringan, jadi tidak akan membuat pembaca mengerutkan dahi. Namanya juga novel Jepang, sudah pasti kita akan menemukan kata asing di dalamnya. Layaknya ucapan selamat pagi, pengenalan diri dll semuanya penulis tuangkan di sini.

Tapi, ada beberapa hal juga yang membuat novel ini kurang—menurut saya. Perasaan Honoka terhadap Nakamura Jin kesannya kayak php banget, ya hehe. Dari awal Honoka masuk sekolah, seakan-akan gadis itu udah tertarik banget sama Jin. Yah ... meski awalnya Honoka tampak tidak suka dengan sikap Jin yang kasar, tapi tetap saja, di mana-mana kayaknya benci selalu jadi cinta, kan? Dan, saya pikir di sini Honoka akan jadian dengan Jin, lho. Ternyata, oh ternyata, saya salah kaprah. Selain itu, kematian Sugiura Shato sepertinya terlalu mendadak banget hikz... hikz... meskipun yang terjadi padanya adalah kecelakaan. Lalu, apakah sebenarnya Honoka itu memiliki perasaan pada Sugiura Shato? Karena kalau dipikir-pikir, Honoka lumayan perhatian sama Shato. Ditambah lagi Shato mengalami kecelakaan setelah mengungkapkan perasaannya pada Honoka.
Hajimete atta toki kara kimi ga suki da, Honoka”--Sugiura Shato
[Aku menyukaimu sejak pertama kali bertemu] hal 100

  Nah, kalimat itu cukup membuat saya penasaran juga. Kira-kira apa yang menyebabkan Shato menyukai Honoka? Apakah sebelum pindah sekolah, Shato sudah pernah mengenal Honoka? Ah, yang ini rasanya tidak, ya. Tapi, sikap Shato di awal ketika pertama bertemu Honoka sama sekali tidak mengindikasikan kalau pemuda itu menyukainya. Atau mungkin Shato hanya ingin menutupi perasaannya saja, mengingat Shato juga termasuk lelaki pendiam dan penyendiri—meski tampan.

Ya sudah, cukup sekian saja cuap-cuap nggak penting dari saya. Sekali lagi, bagaimanapun ini adalah penilaian objektif dari saya sebagai pembaca. Buat penulis, terus semangat, ya! Meski ada beberapa cerita di atas yang buat saya bertanya-tanya, tapi saya tetap menikmati membaca novel ini sampai akhir, kok ^_^ ganbatte!


Review Novel “Yosh!” by Far Choinice

Well, sebenarnya nggak pengin juga sih corat-coret tentang kehidupan pribadi di blog. Tapi, apa yang ingin saya sampaikan di sini hanya sekadar mau berbagi saja dengan kalian. Sudah pernah merasakan menjadi job seekers? Bagaimana menurut kalian pengalaman tersebut? Pasti akan ada suka dan duka di balik hal itu. Seperti halnya saya saat ini, yang resmi menyandang gelar 'job seekers' semenjak tiga bulan terakhir. Hmm ... rasanya itu nano-nano banget. Sedih, senang, suntuk, sumpek, bahkan sampai bosan setengah mati pun juga saya rasain. Senangnya karena saya bisa beristirahat di rumah dengan tenang, dan ditambah bisa mbolang ke mana pun tanpa peduli waktu :D

Tapi, selain itu rasa penat dan suntuk pastinya langsung menyerang ketika gelar sebagai 'job seekers' seakan nggak bisa lepas dari hidup saya. Yah, realistis saja lah. Waktu dan kehidupan terus berjalan maju. Sedangkan pemasukan untuk diri sendiri terus bertambah. Apalagi jika uang tabungan tak seberapa. Otomatis, mau tidak mau, suka tidak suka, kita pasti harus berjuang dan berusaha untuk segera mendapatkan pekerjaan baru. Jika tidak, siap-siaplah untuk gigit jari ketika sedang menginginkan sesuatu yang tidak bisa kita beli hihi

Seperti saya saat ini, yang sedang kelimpungan mencari pekerjaan. Setiap saat dan bahkan hampir setiap hari harus keluar rumah, berkelana ke sana ke mari untuk berjuang mencari sesuap nasi. Namun, apakah kalian juga merasakan seperti yang saya alami? Ya, tentunya saya juga yakin kalau para job seekers di luar sana juga pasti merasakan hal yang sama.

Ditolak sebuah perusahaan berkali-kali sudah sangat sering saya rasakan. Selama menjadi 'job seekers'-- tiga bulan lebih--saya sudah melamar di hampir 50 lebih sebuah perusahaan. Hasilnya ... ada yang langsung dipanggil, ada yang hanya php saja, bahkan ada yang tidak berkabar sama sekali. Di situ kadang saya merasa sedih huhuuu ... oh ya, ada juga yang sudah menerima saya sebagai pegawai. Tapi, lagi-lagi saya seakan tidak bisa bertahan lama di tempat baru. Hanya beberapa minggu, dan bahkan hanya bertahan sehari saja. Rasanya miris sekali ketika hal itu terjadi. Namun, hal itu bukanlah tanpa alasan.

Di sini, ketika saya memulai pekerjaan di tempat yang baru, kenyamanan adalah hal utama yang saya cari. Ketika saya tidak merasa nyaman dan merasa terintimidasi dalam suatu tempat, maka tanpa basa-basi saya akan langsung pergi meninggalkan tempat tersebut. Tidak peduli apakah perusahaan tersebut memberi gaji yang besar sekali pun.

Oh ya, di detik saya menulis saat ini, sebenarnya hari ini saya juga baru selesai melakukan sesi walk in interview di salah satu PT ternama yang bergerak di bidang telekomunikasi. Mengingat banyaknya para job seekers seperti saya yang datang ke sesi tersebut,membuat waktu saya tersita banyak sekali. Kalian tahu, dari pukul 9 pagi saya baru pulang ke rumah pada pukul 15.30. Waktu yang sangat panjang, bukan? Untungnya saat itu saya tidak sendiri datang ke sana. Ada satu teman saya seorang job seekers juga saat itu. Setelah seharian saya menghabiskan waktu untuk mengikuti sesi walk in interview, saya optimis akan diterima bekerja di sana. Mengingat pimpinan yang sepertinya tertarik dengan CV saya--dalam hal ini mungkin saya memang terlihat terlalu pede, ya hehe--karena pengalaman saya bekerja sebelumnya yang tidak jauh-jauh dari bidang tempat saya melamar.

Namun, ketika jam menginjak pukul 5 sore, teman seperjuangan saya yang tadi saya sebutkan di atas mengirim bbm pada saya. Dia bertanya apakah saya dapat sms dari PT tempat kami melamar tadi. Dari situ saya sudah bisa menebak kalau teman saya pasti diterima. Dan, benar saja, dia mengatakan kalau hari esok dia harus datang untuk proses training. Saya makin galauuuuu rasanya -_- apakah ini karena kepedean saya yang terlalu over? Bukankah setiap hal yang kita lakukan harus disertai dengan rasa optimistis? Ah, ya sudahlah. Rasanya saya jadi makin suntuk ketika harus memikirkan hal itu.

Sampai ketemu di catatan part II, ya. Semoga ketika saya menulis saat itu, saya sudah diterima bekerja di tempat yang saya inginkan. Amiiinnn, ganbatte!!!

Suka Duka Menjadi Job Seekers (Part I)

- Copyright © BLOG SUKA-SUKA - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -